Biografi singkat KH. Mukhtar Syafa’at Blogagung Banyuwangi-UPZIS LAZISNU MWC BANYUWANGI

Biografi singkat KH. Mukhtar Syafa’at Blogagung Banyuwangi

by Admin - 2020-10-12 08:39:27 6889 Views
Biografi singkat KH. Mukhtar Syafa’at Blogagung Banyuwangi

 KH. Mukhtar Syafa`at lahir pada tahun 1918 di Ploso Klaten, Pare Kediri. Kelahiran beliau bersaman dengan meletusnya Gunung Kelud pada waktu itu. Orang tua KH. Mukhtar Syafa`at bernama Abdul Ghafur dan ibunya bernama Nyai Sangkep 

 


Sahabat pasti ada yang pernah dengar nama salah satu kiai yang tersohor ini, yaitu KH. Mukhtar Syafa'at pendiri pesantren Darussalam, blokagung Banyuwangi. Namun bagi sahabat yang belum tahu, beliau ini siapa dan bagaimana, simak biografi beliau di bawah ini.

Sebelum mengenal beliau, kita awali dengan asal muasal blokagung, blokagung merupakan salah satu nama dusun di selatan Banyuwangi, Jawa Timur. Yang Letaknya berada di Kecamatan Gambiran, kemudian dibagi dua, yaitu Tegalsari dan Gambiran.

Kemudian nama tersebut menjadi terkenal di kalangan masyarakat khususnya NU, karena terdapat sebuah pesantren yang bernama Pesantren Blokagung. Pondok Pesantren ini adalah salah satu pondok pesantren terbesar di Banyuwangi dan yang sangat disegani.

Pondok Pesantren blokagung memiliki sejarah yang panjang sebelum terbentuk dan menjadi sebuah pondok pesantren yang besar seperti saat ini. Semuanya berawal dari sebuah musholla kecil yang bernama Darussalam. Musholla itu didirikan masyarakat setempat bersama KH. Mukhtar Syafa`at pada tanggal 15 Januari 195, dan dari Mushollah itulah lalu berkembang dan menjadi sebuah pesantren Blokagung. KH. Mukhtar Syafa`at adalah sang pendiri pesantren tersebut. Subhanallah.

KH. Mukhtar Syafa`at lahir pada tahun 1918 di Ploso Klaten, Pare Kediri. Kelahiran beliau bersaman dengan meletusnya Gunung Kelud pada waktu itu. Orang tua KH. Mukhtar Syafa`at bernama Abdul Ghafur dan ibunya bernama Nyai Sangkep. Mereka dikarunia 7 anak, dan salah satu anaknya yang bernama Mukhtar Syafa`at. Ayah nya bekerja sebagai peternak kerbau dan merupakan petani yang sukses. Sedangkan Kakeknya bernama Kiai Bariman, seorang kiai yang dipercaya memiliki banyak keramat.

KH. Mukhtar Syafa`at kecil belajar di surau di desanya. Di bawah asuhan sang guru yang bernama Sumantoro. Pelajaran yang beliau pelajari adalah  Al-Qur’an, tajwid, membaca kitab Sullam, dan Safinah. Kemudian pada tahun 1928 KH. Mukhtar Syafa`at kecil dipondokkan oleh sang ayah di Tebuireng, asuhan dari KH. Hasyim Asy`ari. KH. Mukhtar Syafa`at menimba ilmu di pesantren Tebuireng kurang lebih selama 6 tahun.

Setelah mondok selama 6 tahun, sang ayah berkeinginan supaya  KH. Mukhtar Syafa`at pulang. Sang ayah berkeinginan supaya anaknya yang nyantri tersebut, Mukhtar, digantikan adik-adiknya. Jadi sistem yang diterapkan oleh sang ayah adalah mendidik dengan cara bergantian. Namun Mukhtar saat itu merasa bahwa ilmunya belum cukup. Akhirnya beliau memutuskan tidak mau berhenti nyantri dan tidak mau tinggal di rumah, dan pada saat yang sama mbakyunya sudah berada dan tinggal di Blokagung, Banyuwangi.

Kemudian pada tahun 1934 Mukhtar dan keluarga tercinta pergi ke Blokagung ke tempat mbakyunya, KH. Mukhtar Syafa`at mengutarakan isi hatinya bahwa beliau ingin tetap nyantri. Dari sini KH. Mukhtar Syafa`at disarankan untuk nyantri di Pesantren Paras Gempal, asuhan dari KH, Abdul Manan. Beliau adalah mertua dari KH. Askandar yang sangat terkenl di Banyuwangi. Namun sayang, di pesantren Paras Gempal, Mukhtar sering sakit-sakitan karena keadaan geografis.

Sampai pada tahun 1936, Mukhtar pindah ke pondok pesantren Tatsmirith Tholabah di Jalen Genteng. Pokok Pesantren ini dikenal dengan Pesantren Jalen, asuhan dari Kiai Ibrahim. Di pesantren inilah KH. Mukhtar Syafa`at mendalami Ihya `Ulumuddin. Pada saat beliau nyantri di sini, Mukhtar mencukupi segala kebutuhannya dengan bekerja menjadi buruh pada penduduk setempat. Setelah dari pondok pesantren Jalen, KH. Mukhtar Syafa`at kembali pulang ke rumah mbakyunya di Blokagung.

Setahun lamanya beliau tinggal di rumah mbakyunya, KH. Mukhtar Syafa`at pindah ke Masjid Blokagung yang diasuh oleh KH. Abdul Hamid. Ketika pindah-pindah dari masjid ketika di rumah mbakyunya, KH. Mukhtar Syafa`at muda telah diikuti oleh beberapa santri. Para santri dan masyarakat Blokagung lalu menginginkan agar KH. Mukhtar Syafa`at tetap di Blokagung. Namun beliau masih merasa bahwa ilmunya masih belum cukup, beliau masih ingin belajar ke Madura.

Pada saat itu, di Gambiran Banyuwangi, ada sebuah pondok pesantren Gambiran yang diasuh oleh Kiai Solehan. Kiai Solehan terkenal sebagai seorang wali setempat. KH. Mukhtar Syafa’at sering menemuinya. Kiai Sholehan mendengar keinginan Mukhtar bahwa ingin belajar ke Madura, namun Kiai solehan bersikeras agar  KH. Mukhtar Syafa’at harus tetap di Blokagung. Untuk mengurungkan niat KH. Mukhtar Syafa’at, akhirnya Kiai Sholehan menawarkan agar KH. Mukhtar Syafa’at untuk menikah. Akhirnya, beliau menikah dengan Maryam.

Setelah pernikahan dengan maryam, KH. Mukhtar Syafa’at ingin  pulang ke Kediri bersama sang istri, mencoba untuk bertahan hidup (hidup mandiri). Kiai Sholehan pun mendengar soal itu dan sangat merasa berkebaratan. Namun, gurunya itu tidak bisa mencegahnya. Sang guru hanya berpesan, agar nanti kalau Mukhtar bertemu dengan Kiai Fatah Mangunsari, Tulungagung, supaya menjawab Banyuwangi.

KH. Mukhtar Syafa’at akhirnya tidak tinggal di Kediri. Beliau pada akhirnya kembali juga ke Banyuwangi.

Pada saat beliau di Banyuwangi, KH. Mukhtar Syafa’at berkunjung ke Kiai Sholehan. Kiai ini kemudian  menceritakan sebuah cerita tentang wasiat Kiai Bariman, yaitu kakek KH. Mukhtar Syafa’at. Wasiat yang diberikan yaitu:

“Sholehan, apabila kamu ketemu Pangat, cucuku, maka katakan kepadanya bahwa aku telah mewariskan sebidang tanah untuknya di Banyuwangi yang akan aku beri tanda rumput alang-lang kumitir.”

Setelah kejadian itu saat beliau berbicara dengan Kiai Sholehan, KH. Mukhtar Syafa’at semakin mantap tinggal di Blokagung. Saat itu tepat di tengah iklim penjajahan Belanda. Pada tahun 1947, pada saat agregsi Belanda, penjajah juga mendaratkan pasukan di Banyuwangi, KH. Mukhtar Syafa’at juga ikut berjuang. Dia menjadi penasehat Gerilyawan Batalyon 510.

Pada tanggal 15 Januari 1951, bersama dengan masyarakat dan para santri, KH. Mukhtar Syafa’at kemudian mendirikan musholla yang diberi nama Darussalam. Tanggal ini kemudian dicatat sebagai hari lahirnya pesantren Darussalam Blokagung. Pesantren kecil ini lama-lama menjadi semakim besar. Pengajaran adalah kitab Ihya’ `Ulumuddin menjadi dan menjadi andalan dan terkenal di bawah asuhan KH, Mukhtar Syafaat. Beliau juga seorang pengamal Hizb Nashr.

Kemudian pada tahun 1953, KH. Mukhtar duduk di Syuriyah Ranting NU Gambiran. Berlanjut pada tahun 1956, beliau duduk di Syuriyah MWC NU Gambiran.

Lalu pada tahun 1962-1965, tempat pengajian KH. Mukhtar di pesantren Blokagung menjadi tempat berkumpul orang-orang PKI yang ingin minta perlindungan pada beliau. Meskipun di lapangan beliau menjadi musuh kader-kader PKI, namun KH. Mukhtar sendiri lebih memilih melakukan pendekatan persuasif.

Pengaruh KH, Mukhtar Syafaat semakin diakui di Banyuwangi. Nerlanjut Pada tahun 1978, pondok pesantren Blokagung telah resmi menjadi yayasan. Pada tahun 1980 neliau menjadi anggota PCNU Banyuwangi, dan pada tahun 1986 dia diangkat sebagai musytasyar PCNU Banyuwangi. Bersamaan dengan pengaruhnya yang besar, pondok pesantren Blokagung semakin berkembang menjadi semakin besar.

Sampai sekarang, pondok pesantren Blokagung telah mengembangkan dua jenis pendidikan: yang pertama yaitu, ada di bawah nagungan Diknas ( TK, SDI, SMP Plus, SMK, dan STIB). Sedangkan yang kedua adalah di bawah naungan Depag (yaitu MTs, MA, daan STIDA), dan Murid-muridnya semakin banyak.

Bahkan, setiap alumninya kebanyakan telah berhasil mendirikan pondok pesantren di berbagai daerah. Sementara ribuan alumninya tersebar di berbagai seluruh Indonesia.

Lalu, KH. Mukhtar pulang ke Rahmatullah pada 2 Februari tahun 1991. Umurnya waktu itu mencapai  72 tahun. Pondok pesantren Blokagung kemudian diteruskan oleh keturunannya dari dua istrinya, Ny. Mariyam dan Ny. Musrifah. Di antara penerusnya ada nama KH. Ahmad Hisyam Syafaat, KH. Ahmad Hasyim Syafaat, dan lain-lain.

Monggo hidhiyah suratul-Fatihah pada beliau KH. Mukhtar Syafa’at. Al-fatihah...!


Share: